Ketika ini, mata dunia sedang tertuju pada gejolak yang terjadi di Tibet. Pendekatan kekerasan yang dilakukan oleh Pemerintah China atas rakyat Tibet membuat kemarahan dunia antarabangsa. Sampai-sampai, reaksi itu berwujud ancaman untuk tidak turut serta dalam Olimpik Beijing 2008.
Sayangnya, hanya sedikit mata dunia yang memberikan perhatian pada wilayah China lainnya, seperti Xinjiang, belahan barat China yang kebetulan banyak dihuni etnik Muslim Uighur. Dalam beberapa tahun terakhir ini, terjadi peningkatan sentimen etnik yang dilakukan oleh tentara China terhadap warga Xinjiang dengan alasan meningkatnya ancaman teroris di kawasan itu.
Berabad-abad lamanya, daerah ini menjadi tempat persinggahan utama para pedagang dari berbagai bangsa. Xinjiang termasuk lintasan perdagangan yang dahulu dikenal sebagai “Jalur Sutera”. Letak strategik itulah yang membuat Xinjiang/Turkistan mempunyai kebudayaan yang unik dan perdagangan yang maju.
Xinjiang diiktiraf sebagai “wilayah otonomi” China tahun 1949. Penduduk asli Xinjiang adalah Uighur. Secara etnik, agama, bahasa dan kebudayaannya jelas berbeza dengan suku-suku China lainnya. Sudah tentu, masalah ini sering dianggap sebagai ruang antara pemerintah China dan Xinjiang. Sebab, secara etnik dan budaya mereka lebih dekat dengan Turki dan Asia Tengah.
Dominasi Orang Han di Xinjiang
Kenapa pemerintah China enggan melepaskan Xinjiang? Menurut Michael Dillon, penulis buku China’s Muslim Far Northwest, karana Xinjiang mempunyai nilai lebih, iaitu faktor geografinya yang menghubungkan China dan Rusia serta negara-negara Asia Tengah. Kemudian, secara politik, psikologi dan tentu saja sumber daya alam yang melimpah berupa minyak, gas dan bahan-bahan mentah lainnya.
Ketegangan yang terjadi di Tibet sekarang ini, tidak jauh berbeza dengan apa yang sebenarnya terjadi di Xinjiang. “Orang China memberi istilah “Zhongguo Xinjiang” yang artinya, Xinjiang China dan Zhongguo Xizang yang berarti Tibet China,” papar Michael Dillon kepada Aljazeera.
Bagaimanapun, Tibet dan juga Xinjiang adalah pertaruhan wibawa pemerintah China dalam menjaga keutuhan wilayahnya. Segala upaya dilakukan untuk menjaga integrasi negara. Pemerintah China tidak ingin kes Taiwan merebak pada wilayah-wilayah lainnya. “Jika Beijing tidak serius mengendalikan Xinjiang, maka pemerintah akan kehilangan muka, sebab mereka mengdakwa bahwa Xinjiang adalah sebagian dari China,” tutur Dillon
Faktor lain yang memicu ketegangan adalah semakin banyaknya etnik Kafir Han (penduduk asli China) yang berdatangan di wilayah Xinjiang. Pada tahun 1953, etnik Han hanya berjumlah setengah juta. Tahun 2000, jumlah etnik Han sudah meningkat menjadi 7.5 juta, atau 42 persen dari 18 juta seluruh penduduk Xinjiang. “Hari demi hari, semakin banyak orang Han yang berdatangan kemari. Ketika saya masih kecil dulu, mereka (orang Han) hanya sedikit sekali. Tanah ini milik kita orang Uighur,” kata Tursuntai (45) orang Uighur berasal dari Xiniang.
Dominasi etnik Han di Xinjiang yang telah menguasai seluruh ekonomi, tentunya menimbulkan kecemburuan orang asli Xinjiang. Tengoklah pengakuan, Hislat (22) perempuan Uighur dari Ibukota Xinjiang, Urumqi. “Dulunya, mencari pekerjaan di sini sangat mudah. Kini, mereka hanya menerima orang-orang Han untuk bekerja.” Dia menambahkan,“Hidup kami menjadi susah, tapi kami tak berbuat berbuat apa-apa lagi.”
Kemajuan ekonomi tidak dapat dinikmati oleh penduduk Uighur. Kebajikan pemerintah lebih pro pada etnis Han. Kemudian, ada pemaksaan untuk merubah budaya Xinjiang ke budaya Han yang sentralistik. Bahasa pengantar di sekolah-sekolah diharuskan menggunakan bahasa Mandarin dan menyingkirkan bahasa Uighur. “Menurut pemerintah, orang Uighur yang lulus sekolah dan universitas tidak punya kemampuan berbahasa Mandarin yang merupakan bahasa bisnis di China,” jelas Arienne Dwyer, asisten profesor antropologi Universiti Kansas.
Kemarahan Orang Uighur
“Masalah-masalah itulah yang membuat orang Uighur marah dan khawatir akan kehilangan identitinya,”tutur Dwyer. “Banyak kaum muda Uighur yang lebih agama pewaris orang tuanya, dan tentunya, ramai diantara mereka yang belajar bahasa Arab,”tambahnya.
Namun, Dwyer menolak dakwaan pemerintah China bahwa hal ini ada kaitannya dengan gerakan Islam radikal. Sebaliknya, Dwyer menganggap bahwa hal ini lebih dipicu oleh semangat menghadirkan kembali identiti Uighur bahwa mereka berbeza dengan etnik Han yang sekarang menguasainya.
“Kami sangat berbeza dengan orang Han,” kata Hislat, perempuan Xinjiang. Menurutnya, agama adalah hal yang membezakan antara orang Uighur dengan orang Han. “Mereka tidak punya agama, mereka tidak iman kepada apapun. Kami percaya Tuhan dan memakan makanan yang halal, sedangkan mereka bisa memakan babi atau apapun,” tegasnya.
Orang Uighur menganggap tradisi dan agama adalah hal yang penting. Meski demikian, karana mereka hidup di bawah kekuasaan Han, tentu gaya hidup mereka tetap sekular. “Diantara mereka, banyak juga yang menyukai lagu-lagu Amerika atau pergi ke disko. Namun, uniknya mereka masih rajin beribadah,” kata Lidya Wilson, kolumnis Aljazeera.
Pemandangan ini akan berbeza, jika melihat apa yang terjadi di kota-kota perbatasan Kashgar, Aksu dan Ily. Banyak kekuatan tentra China ditempatkan di sana. Pemerintah juga mengawal aktifiti politik para imam masjid, sehingga menyulitkan aktifiti keagamaan orang Islam. Menurut pemerintah, kehadiran pasukan militer di kota-kota itu bertujuan untuk membendung kekuatan gerakan separatual yang telah ada semenjak penalukan China atas Xinjiang.
Kegiatan separatual semakin kuat pada tahun 1990an, ketika Uni Soviat runtuh, “Negara-negara muslim di Asia Tengah telah merdeka seperti Kazakhstan, Uzbekistan dan Kyrgyzstan, sehingga orang Uighur mempunyai keinginan untuk lepas dari China hingga menjadi negara Uighuristan atau Turkistan Timur,” papar Dillon.
Sangat sukar bagi Xinjiang untuk merdeka, karana tidak adanya sokongan luar dalam mengangkat isu kemerdekaannya. “Kekuatan diplomasi dan ekonomi China dalam mempengaruhi negara-negara jirannya, agar tidak menyinggung masalah Xinjiang, terbukti berjaya, disamping media-media di China berjaya menutupi masalah ini,” imbuhnya. aljazeera.iol
sumber : terjah.com
More Pics (Ethnic clashes in Urumqi, China): morePic
Monday, July 13, 2009
Krisis Berdarah di Xinjiang - Apa Sebenar Yang Terjadi?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment